Suatu hari imam Syafi’i masuk ke kamar Khalifah Harun Ar-Rasyid untuk minta izin kepadanya. Dan Shiraj ikut bersamanya. Lalu dia duduk di sisi Abu Abdus Shomad sang pendidik anak-anak Kholifah Harun Al-Rosyid. Shiraj pun berkata kepada Imam Syafi’i, “Wahai Abu Abdullah, mereka ini adalah anak-anak Amirul mukminin, dan ia Abu Abdus Shomad adalah pendidik mereka. Kalau sekiranya engkau berkenan memberikan nasehat kepada mereka.
Imam Syafií lalu berkata kepada Abu Abdus Shomad :
“Hendaklah satu hal yang pertama dimulai dalam mendidik anak-anak Amirul Mukminin adalah memperbaiki dirimu. Maka mata-mata mereka bergantung pada matamu. Dan kebaikan mereka adalah kebaikan apa yang kau lakukan. Keburukan bagi mereka adalah sesuatu yang kau benci.
Ajarkanlah mereka kitabullah, janganlah engkau memaksakan mereka sehingga mereka bosan. Dan jangalah kau meninggalkan mereka dari Al-Quran lalu mereka akan meninggalkannya. Kemudian ceritakan kepada mereka dari hadits-hadits yang mulia dan pepatah nasehat. Dan janganlah kau keluarkan mereka dari suatu ilmu kepada ilmu yang lain sehingga mereka memahaminya. Maka sesungguhnya perkataan yang bertumpuk-tumpuk dalam pendengaran akan menyusahkan pemahaman”.
Sumber : Kitab Tsalatsu Miah Mauqif Fii Az-Zuhd wa r-Roqoiq, Abdul Rahman Bakr. Hal 70
Imam Syafií lalu berkata kepada Abu Abdus Shomad :
“Hendaklah satu hal yang pertama dimulai dalam mendidik anak-anak Amirul Mukminin adalah memperbaiki dirimu. Maka mata-mata mereka bergantung pada matamu. Dan kebaikan mereka adalah kebaikan apa yang kau lakukan. Keburukan bagi mereka adalah sesuatu yang kau benci.
Ajarkanlah mereka kitabullah, janganlah engkau memaksakan mereka sehingga mereka bosan. Dan jangalah kau meninggalkan mereka dari Al-Quran lalu mereka akan meninggalkannya. Kemudian ceritakan kepada mereka dari hadits-hadits yang mulia dan pepatah nasehat. Dan janganlah kau keluarkan mereka dari suatu ilmu kepada ilmu yang lain sehingga mereka memahaminya. Maka sesungguhnya perkataan yang bertumpuk-tumpuk dalam pendengaran akan menyusahkan pemahaman”.
Sumber : Kitab Tsalatsu Miah Mauqif Fii Az-Zuhd wa r-Roqoiq, Abdul Rahman Bakr. Hal 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar