Melaksanakan Arti dari Kalimat Syahadat

Dalam kehidupan ini, seseorang tidak bisa bebas hidup begitu saja, sesuka hati dengan menuruti keinginannya. Namun hidup ini memiliki aturan yang telah ditentukan oleh yang mengatur kehidupan, Ia adalah Allah SWT. Maka dalam menjalani hidup ini, seseorang tidak pernah lepas dari hubungannya dengan Allah, itulah hubungan ubudiyah atau pengabdian. Dengan sangat jelas Allah mengatakan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.

Hubungan ini didasari kepada tiga unsur penting, yaitu cinta, perniagaan dan amal. Dengan ketiga unsur di atas, setiap muslim menjalani hidupnya. Dengan syahadatain yang diyakininya, seseorang mesti mengamalkan syahadat di dalam kehidupan sehari-hari.


Unsur Pertama yang mesti dimiliki oleh seorang muslim dalam pengabdiannya kepada Allah adalah ia memiliki rasa cinta yang sangat tinggi kepada Allah. Kecintaan seorang muslim kepada Allah SWT harus berada di atas kecintaan kepada siapapun dan suatu apapun. Mendahulukan Allah di atas yang lainnya adalah sebuah perealisasian dari pemahaman terhadap syahadat yang benar. Ketika ada perintah dari-Nya, maka sebagai seorang muslim akan melaksanaakannya dengan penuh keridhoan. Begitu juga sebaliknya, ketika mendapati larangan Allah, dirinya segera menjauhinya dengan penuh ketundukan.


Al-Quran menggambarkan kecintaan seorang mukmin dalam firmannya: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS 2:165)


Ada unsur lain yang Allah tawarkan kepada orang mukmin dalam pengabdiannya kepada Allah, yaitu berupa perniagaan yang menjanjikan keuntungan yang tak ternilai bagi orang beriman. Karena pada hakikatnya semua manusia itu miskin dan faqir, tidak memiliki sesuatupun termasuk dirinya sendiri. Semua yang ada hanyalah milik Allah SWT. Tetapi dalam perjanjian ini Allah SWT menawarkan kepada mukmin untuk menjual dan mengorbankan apa-apa yang bukan menjadi miliknya itu kepada Allah SWT.


Penawaran Allah SWT untuk berjual beli kepada orang mukmin baik harta atau jiwanya dengan surga yang dimiliki Allah merupakan suatu keuntungan besar yang dapat membawa kebebasan dari neraka. Sebagaimana Allah menjelaskan hal tersebut di dalam Al-Quran: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” (QS 61:10-11)


Dalam firman yang lain Allah menggambarkan : “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS 2:265)


Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa orang mukmin adalah sebagai penjual, yang dijualnya adalah harta yang dimilikinya, yaitu semua simbol yang melekat pada dirinya dan yang dianggap sebagai miliknya. Seperti harta, kekayaan, kedudukan, kerjanya, pengaruh dan sebagainya. Dan berupa jiwa yang meliputi nyawanya, tenaganya, waktu dan kesempatannya, perasaannya dan lain-lain.


Dalam hal ini Allah SWT sebagai pembeli tunggal yang akan memberikan dua keuntungan yang sangat besar bagi penjual tersebut, yaitu surga dan segala kenikmatannya sebagai pengganti harta yang diberikan Allah. “Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar”. (QS 9 : 111) Hanya orang beriman saja yang bersedia menjual harta dan jiwanya untuk berkorban dan berjuang di jalan Allah SWT.


Orang yang berimanlah yang rela menjual harta, nyawa dan tenaga untuk kepentingan tegaknya Islam di muka bumi ini. Walaupun demikian yang dituju dengan penjualan ini adalah keridhaan Allah SWT sebagai harta tertinggi.


Unsur ketiga dalam pengabdian kepada Allah adalah dengan senantiasa melakukan amal, memberikan apa yang dapat ia lakukan buat agama Allah dan kemuliaan islam. “Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS 9:105)


Dengan pelaksanaan cinta, perniagaan dan amal di atas, seorang mukmin menjalani hidupnya. Karena hidup adalah pengabdian. Maka setiap nilai hidupnya adalah ibadah. Ia senantiasa memohon ampunan dari dosa dan menghindarkan diri dari sebab-sebab kemaksiatan. Selalu mengabdikan diri kepada Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit dengan pengabdian yang ikhlas. Mengagungkan Allah SWT dalam berbagai kesempatan. Senantiasa rukuk dan sujud kepada Allah. Selalu memelihara hukum Allah SWT, yaitu pelaksanaan kitabullah (Al-Quran) pada dirinya dan memperjuangkan ajarannya agar terlaksana di masyarakatnya. Wallahu ‘alam bisshowab.


Tidak ada komentar: