Syahadatain begitu berat diperjuangkan oleh para sahabat dan Nabi SAW, bahkan mereka siap dan tidak takut terhadap segala ancaman orang kafir. Sahabat Nabi misalnya Hubaib berani menghadapi siksaan dengan dipotong tubuhnya satu persatu oleh Musailamah. Bilal bin Rabah tahan menerima himpitan batu besar di dadanya pada siang hari yang panas di padang pasir, dan sederetan nama sahabat lainnya yang menerima siksaan. Mereka mempertahankan syahadatain. Muncul pertanyaan kenapa mereka bersedia dan berani mempertahankan kalimat syahadat? Ini disebabkan karena kalimat syahadat mengandung makna yang mendalam bagi mereka. Syahadat bagi mereka dipahami dengan arti yang sebenarnya yang melingkupi pengertian ikrar, sumpah dan janji.
Mayoritas umat Islam mengartikan syahadat sebagai ikrar saja, apabila mereka tahu bahwa syahadat juga mengandung arti sumpah dan janji, serta tahu bahwa akibat sumpah dan janji maka mereka akan benar-benar mengamalkan Islam dan beriman. Iman sebagai dasar dan juga hasil dari pengertian syahadat yang benar. Iman merupakan pernyataan yang keluar dari mulut, juga diyakini dengan hati dan diamalkan oleh perbuatan. Apabila kita mengamalkan syahadat dan mendasarinya dengan iman dan konsisten dan istiqamah, maka beberapa hasil akan dirasakan, seperti keberanian, ketenangan, dan optimis dalam menjalani kehidupan. Kemudian Allah SWT memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia dan di akhirat. Berikut akan kami uraikan :
Kandungan Syahadat atau Madlul Asy-Syahadah mengandung tiga pengertian, yaitu :
1. Al-Iqraar (Pernyataan)
Iqraar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Pernyataan ini sangat kuat karena didukung oleh Allah SWT, malaikat dan orang-orang yang berilmu, para nabi dan orang yang beriman. Hasil dari ikrar ini adalah kewajiban kita untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang diikrarkan Allah berfirman : "Allah SWT menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan demikian. Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa Maha. Juga merupakan ikrar para Nabi yang mengakui kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelum kedatangan Rasulullah SAW. Allah berfirman Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: " Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu". (QS 3:81).
2. Al-Qasam (Sumpah)
Sumpah yaitu pernyataan kesediaan menerima akibat dan resiko apapun dalam mengamalkan syahadat. Muslim yang menyebut asyhadu berarti siap dan bertanggungjawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan. Syahadat berarti sumpah. Orang-orang munafik berlebihan dalam pernyataan syahadat-nya padahal mereka tidak lebih sebagai pendusta. Sebagaimana firman Allah : "Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan." (QS 63:1-2).
3. Al-Miitsaaq (Perjanjian yang Teguh)
Mitsaaq yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT yang terkandung di dalam Al-Qur'an maupun Sunnah Rasul. Syahadat adalah mitsaq yang harus diterima dengan sikap sam'an wa tho'atan (dengar dan taat) didasari oleh iman yang sebenarnya terhadap Allah SWT, malaikat, kitab-kitab, Rasul-rasul, hari akhir, dan Qadar baik maupun buruk. Pelanggaran terhadap miitsaaq ini berakibat laknat Allah SWT seperti yang pernah terjadi pada orang-orang Yahudi. Allah berfirman : "Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi hati(mu)". (QS 5:7.)
Dari ketiga kandungan inilah akan melahir nilai keimanan yang benar. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan menyeluruh tanpa rasa keberatan, kepercayaan tanpa pilihan lain terhadap semua keputusan Allah SWT. Iman adalah sikap hidup yang merupakan cermin identitas Islam. Iman sebagai dasar bagi seluruh kegiatan dan tingkah laku manusia agar mendapat ridha dari Allah SWT. Iman bukanlah hanya angan-angan, tetapi sesuatu yang tertanamkan di dalam hati dan harus diamalkan dalam bentuk amal produktif. Amal yang dikerjakan harus merupakan amal shalih yang dilakukan dengan ihsan dan penyerahan yang sempurna kepada kehendak Allah SWT. Dalam melakukan amal tersebut, seorang mukmin merasa dilindungi Allah SWT. Allah berfirman: "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik ia laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya. (QS 4:125.)
Di antara kekeliruan umat Islam adalah mencontoh sikap Yahudi. Misalnya merasa bahwa neraka merupakan siksaan yang sebentar sehingga tidak risau masuk neraka. Atau mereka akan masuk surga semata-mata karena imannya sehingga tidak perlu beramal shaleh lagi. Allah berfirman : "Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja". Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janjiNya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?". (QS 2:80.)
Syahadat yang dinyatakan seorang muslim dengan penuh kesadaran sebagai sumpah dan janji setia ini merupakan ruh iman, yaitu ucapan (al-qoul), membenarkan (at-tashdiq) dan perbuatan (al-'amal).
1. Al-Qaul (Ucapan)
Ucapan yang senantiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci. Perkataan maupun kalimat yang keluar dari lisannya yang baik serta mengandung hikmah. Syahadat diucapkan dengan penuh kebanggaan dan ketinggian iman (isti'la-ul iman) berangkat dari semangat isyhadu biannaa muslimuun (saya bersaksi bahwa saya adalah muslim). Ucapan lisan tanpa membenarkan dalam hati adalah sikap nifaq I'tiqadi, yaitu berbicara dengan mulutnya sesuatu yang tidak ada dalam hatinya. Firman Allah: "Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian". Padahal mereka itu sesungguhnya bukanlah orang-orang yang beriman. (QS 2:8)
2. At-Tashdiiq (Membenarkan)
Membenarkan dengan hati tanpa keraguan. Yaitu sikap keyakinan dan penerimaan dengan tanpa rasa keberatan atau pilihan lain terhadap apa yang didatangkan Allah SWT. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS 49:15)
3. Amal (Perbuatan)
Perbuatan yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan pemahaman terhadap maksud-maksud aturan Allah SWT. Amal merupakan cerminan dari kesucian hati dan upaya untuk mencari ridha Ilahi. Amal yang menunjukkan sikap mental dan moral Islami yang dapat dijadikan teladan.
Ketiga perkara di atas (ucapan, pembenaran dalam hati dan perbuatan) tidak terpisahkan sama sekali. Seorang muslim yang tidak membenarkan ajaran Allah SWT dalam hatinya bahkan membencinya, meskipun kelihatan mengamalkan sebagian ajaran Islam adalah munafiq i'tiqadi yang terlaknat. Muslim yang meyakini kebenaran ajaran Islam dan menyatakan syahadatnya dengan lisan tapi tidak mengamalkan dalam kehidupan adalah munafiq 'amali. Sifat nifaq dapat terjadi sementara terhadap orang muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji atau berkhianat.
Imam Hasan Basri berkata: "Iman bukanlah angan-angan, bukan pula sekedar hiasan. Tetapi iman adalah keyakinan yang hidup di dalam hati dan dibuktikan dalam amal perbuatan.
Keimanan seorang muslim yang mencakupi tiga unsur di atas harus senantiasa dipelihara dan dijaga dengan sikap istiqamah. Istiqamah artinya tidak menyimpang atau cenderung pada kekufuran. Istiqamah berarti konsisten dalam menegakkan agama Allah dan tidak ragu dalam mengamalkan nilai Islam yang dianutnya. Tetap teguh, tahan dan kuat dalam menghadapi dan melaksanakan perintah Allah SWT, serta mampu menghadapi segala cobaan. Istiqamah juga berarti terus berjuang menyampaikan ajaran Allah SWT dengan tidak mengikuti hawa nafsu.
Allah berfirman: "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS 11:112-113.)
Maka dari sikap istiqomah itu akan menghasilkan beberapa hal, berupa sikap syaja'ah, ithmi'nan dan tafa'ul.
1. Asy-Syajaa'ah (Keberanian)
Keberanian muncul karena keyakinan sebagai hamba Allah SWT yang selalu dibela dan didukung oleh Allah SWT. Tidak takut menghadapi tantangan hidup, siap berjuang untuk tegaknya yang haq (kebenaran). Keberanian juga bersumber kepada keyakinan terhadap Qadha' dan Qadar Allah SWT yang pasti. Tidak takut pada kematian karena kematian di jalan Allah SWT merupakan anugerah yang selalu dirindukannya.
Orang yang beristiqamah didukung malaikat yang akan menjadikannya berani, tenang dan optimis Sumber keyakinan tentang Qadha dan Qadar yang menimbulkan keberanian, kecelakaan atau kemudharatan hanyalah ketentuan Allah SWT belaka.
Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih. Dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yagn telah dijanjikan Allah kepadamu". QS 41:30
2. Al-Ithmi'naan (Ketenangan)
Ketenangan berasal dari keyakinan terhadap perlindungan Allah SWT yang memelihara orang-orang mukmin secara lahir dan batin. Dengan senantiasa ingat pada Allah SWT dan selalu berpanduan kepada petunjukNya, maka ketenangan akan selalu hidup dalam hatinya.
Ketenangan yang diperoleh karena tawakkal terhadap janji perlindungan Allah yang pasti sehingga timbul pula keberanian menghadapi musuh. QS 47:7. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Ibnu Taimiyah berkata: "Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya kematianku adalah syahid. Penjaraku adalah rasa manis, sedangkan pengusiran bagiku adalah bertamasya".
3. At-Tafaaul (Optimis)
Optimis meyakini bahwa masa depan adalah milik orang-orang yang beriman. Kemenangan umat Islam dan kehancuran kaum kuffar sudah pasti. Mukmin menyadari bahwa amal perbuatan yang dilakukannya tidak akan sia-sia, melainkan pasti dibalas oleh Allah SWT dengan pembalasan yang sempurna. Optimis bahwa dengan pertolongan Allah SWT tak akan ada yang dapat mengalahkan. Seperti contoh optimisme para sahabat Rasul di perang Ahzab. Allah berfirman :. "Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal" (QS 3:160)
Ketiga hasil istiqamah tadi akan membuat kebahagiaan bagi orang yang memilikinya. Jadi hanya syahadat sejati yang dapat menimbulkan sa'adah (kebahagiaan). Hanya Islam dengan konsep syahadat yang dapat memberikan kebahagiaan pada manusia di dunia maupun di akhirat.
Al-Quran menyebutkan bahwa orang-orang beriman akan mendapatkan kebahagiaan atau hasanah di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada harikiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sesungguhnya ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". QS 3:185.
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan...